Tuesday, April 28, 2009

Dini - "Nyanyian Peri"

Benaknya meneriakkan nama gadis itu ketika ia terjaga dari tidurnya.

Terduduk tergesa di atas pembaringannya, pria itu mengumpat pelan. Sekujur tubuhnya berbalur keringat, meski tak ada hubungannya bahwa saat itu pertengahan musim panas. Membasahi kerah baju kelasinya. Ia mengutuk karena tadi jatuh tertidur tanpa mengganti baju ataupun setidaknya menengguk secawan anggur. Pasti itulah yang membuatnya memimpikan Azrael.

Menyelubungkan selimutnya lebih rapat ke tubuhnya, ia meraih rantai jam saku emasnya dan menjentikkan kapnya. Dua puluh menit sebelum tengah malam. Dua hari lagi sebelum Equinox. Meski menantikan upacara suci peringatan hari terpanjang musim panas dimana matahari berada pada titik puncaknya, beserta Perayaan Sumpah Darah desa setempat, ia tak memungkiri bahwa ia juga merasa takut. Kegusaran itu memainkan sebuah pentas teater dalam kepalanya tentang peri-peri dan makhluk musim dingin yang bergentayangan saat Halloween dan Midsummer’s Night.

“Dua kali setahun, tepat pertengahan musim panas dan musim dingin, gerbang menuju alam nyata terbuka di dunia gaib. Saat itu, matahari, bulan dan bintang berada dalam satu garis lurus. Kau bisa menemuinya saat itu.” Begitulah Hazel, sang pendeta tinggi, bersabda saat ia membawa pernak-pernik Parsi untuk persembahan rutinnya pada Gaia. Bibirnya bergetar mengingat sebuah suara. Gema nyanyian yang iringi lingkar tarian para peri di tengah hutan purnama. Tempat ia pertama kali takjub pada pesona makhluk yang asing, namun mendebarkan hati.

Matanya terpejam, sebuah senandung memanggil-manggil.

Tak ingin segera lelapkan mata malam ini,

Ia tersembunyi dalam alam syahdu

Esmeraldaku.......

Hampiri jiwaku kini,

Esmeraldaku......

Menantimu penuhi janji

Saat angkasa tak bersetubuh dengan bumi

Satu tetes entah air mata atau keringat terasa asin di bibirnya. Dipan di bawahnya berderit-derit ketika ia berayun pelan menyanyikan lagu hatinya. Sebuah pengantar tidur yang ia pelajari darinya dulu. Betapa ia mendamba percakapan yang diselingi teguk demi teguk rebusan rempah di pondok kecil miliknya, kampung halamannya, bersama gadis itu. Gadis yang telah mengisi harinya hingga ia lupa segalanya. Masih terngiang nyanyian lembutnya kala bermain sembunyi-sembunyian di hamparan ladang jagung. Sampai suatu waktu, tugas yang memanggilnya angkat sauh mencerabut gadis itu dan dirinya ke seberang dunia. Cinta mereka semu kini, terpisah oleh jarak, lautan, bahkan benua.

Jendela bulat kamar kapal itu menampakkan samudra yang gelap gulita berhiaskan jutaan bintang di atas cakrawala. Mendadak ia merasa letih. “Ahhhh...” erangnya.

“Tengkukku kaku... Tenggorokanku kelu... Jiwaku bisu... Aahhhh....”

Azrael Sang Malaikat Maut pasti akan kembali sebentar lagi.

Cepat datang, Jelita.....

Ia menjatuhkan diri di atas kasurnya. Sakit dan rindu yang tak tertahan menancapkan kuku-kukunya ke jantungnya. Sejenak ia bertanya-tanya apa sang Nahkoda masih meneropong bintang mencari rasi Orion di geladak atas. Ia ingin minta air. “Esmeraldaku..........”

Doanya membumbung ke angkasa: Tuhan, bila memang kematian dan fana dunia ini yang pisahkan kami, izinkan rohku untuk melayang pergi ke dunianya yang maya, sebelum waktuku habis sama sekali. Hanya raga ku tak peduli. Surga kutak mintai. Aku ingin cintaku abadi. “Esmeraldaku.............”

Tepat tengah malam. Kantuk akhirnya menjemputnya. Memberinya jeda untuk istirahatkan tubuhnya yang masih muda. Ia terlelap dan tak melihat ketika peri kecil bersayap keemasan menyelipkan dirinya di kisi-kisi jendela, hinggap di bahunya, memercikkan serbuknya ke wajah sang pengembara, kemudian melayang pergi ke samudra luas di luar sana.

Cristoforo Esteban del Camillo tersenyum dalam tidurnya.

Sejumput pikiran bahagia telah dihadiahkan padanya, antara terjaga dan tiada. Akhirnya untuk pertama kalinya ia mencumbui impi, bukan mati.

Dini - "Hujan dan Kamu"

Hujan siang ini berbalut hangatnya mentari dan mega yang tersembunyi. Hujan panas. Basah dan lembab tapi terang. Aku suka kondisi seperti ini, saat dimana awal hujan menguarkan aroma tanah yang kata orang sarat akan virus namun amat kunikmati. Sebab di sela-sela tirai tipis gerimis yang menghujani bumi, aku seakan mampu mengisap aroma tubuhmu. Kasar dan samar bercampur wangi kopi di mejaku, berselimut harapan kosong yang menguatkan hadirmu di hatiku. Mengantarkan kenangan masa lalu.

Aku teringat pertemuan pertama itu, saat sosokmu untuk kesekian kali lewat di depanku, namun baru sekali itulah aku benar-benar memperhatikanmu. Sebersit siluet tegas dalam sekelebat langkahmu menuju gedung satu. Kau mengenakan
long coat hitammu hari itu. Amat selaras di tubuh jangkungmu bagai jubah yang keperakan ditebas hujan, senada dengan setelan dan warna matamu yang cokelat madu. Kau bagaikan warga negara lain saja. Melihatmu berjalan menembus mendung tanpa payung atau seorangpun disisimu, aku seakan berteleportasi kembali ke Salisbury dimana tugu suci Stonehenge berjibaku dimakan waktu. Para wiccans kerap meletakkan rangkaian ilalang, lavender dan sage pada beberapa titik untuk menghormati monumen itu. Sesepermili detik, memoriku terbius lagi secara nostalgis... Akupun secara tidak langsung mulai angkat topi pada dirimu yang mampu membawaku deja vu. Momen itu adalah awal ketertarikanku, yang membuka jalan kepada temu lainnya setelah itu.

Hujan menderas. Tetesnya bagai derap seribu langkah kuda liar. Mungkin akan segera berakhir setelah seluruh kendi di awan tumpah ruah seluruhnya. Aku akan jujur padamu, kadang terlintas pikiran jahat di benakku kala di saat seperti ini aku melamunkanmu, aku berharap kau sedang berada di tengah hujan pula. Meski aku tahu itu malah akan membuat penyakit makin menggerogotimu, aku tak tahu mengapa aku berharap begitu. Mungkin karena aku pikir hujan akan menuntunmu kembali ke rumahku. Huh, betapa rapuhnya bila rindu tak bertuan hinggap di serat otakku.

Lelah pikiranku mengembara di pinggir jendela. Hujan tak kunjung reda juga. Aku beranjak ke shower, membiarkan hangatnya menghujani mata hatiku. Menyamarkan serakan air mata haru. Dalam siramannya aku berdo’a dalam hati. Moga kemudian kelak saat aku telah harum dan wangi, hujan akan membimbing langkahmu, dan di pintuku tubuhmu akan kembali kudapati. Menagih racikan royal milk tea andalanku dan sekedar tempat untuk berteduh sekaligus berbagi.

Saat itu menjadi nyata, aku tahu pasti. Hujan atau tidak hujan, kau takkan beranjak pergi. Membasuh mimpi ditemani aroma bumi, kita tidak sendiri lagi, melainkan tersenyum bersama hingga esok berganti pagi.

Dini - Frozen Kisses

Kissing is romance
Kissing under the rainbow
Kissing under the moonlight
Kissing under the stars
Kissing in the rain.........
I like rain
Especially when it's not so cold
Cause that's when I can smell your scent
Through the windy day and the racing clouds
Wet under the grey sky

I miss your presence
When your step couldn't be raced by me
When your laughter lighten up my mood that day
And when your smile patterned in a blissful moment

Once ago
I saw you there
Running across the mighty stream
Even from far sight
I can tell that I admire your pace
Falling into you
Instantly

It started with a kiss
And ended up with a kiss
I kissed a rose and put it back to your chest
Your smile had been frozen
By the time Life left your soul
Buried
In an ancient grave on the winter's first
snow fall

Dini - Posting lagi setelah sekian lama

Hmm.. udah lama bgt kayany sejak trakhir kali aku posting sesuatu disini.
Ada sedikit trial en error krn ga bs login pake akun yg lama. Untung dibantu sama administrator kita tercinta...Hehe. Isi form permintaan password baru ke google dan akhirnya bisa login lg.

So what's up, guys?
Ada yang udah lulus, ada yg udh kerja, ada yg msh kul, ada yg nunggu sidang,
ada jg yg ambil cuti, dan ada pula yg ngejar skripsi. (Termasuk saya... Smangat, temans! ^^)

Welcome to the club buat contributor dari Purwakarta. Hehe... moga cepet jd member resmi
(halah, naon sih? ;P)

Jadi, karena sudah bisa login, mari posting lagi.
Saya mohon ijin mau promosi karya2 saya disini. Hehehe.
Klo ada yg berkenan ato tdk berkenan membacanya, mohon komen n kritik.
Viva Le Bizarre !!!! 4 always.

All Regards,
(Dini. A)